Alamat Pengrajin Batik Tulis Giriloyo Yogyakarta
Hubungi Kami:
- Tlp/SMS: 085-729-269-403
- WA: 085-215-997-478
- BB : 5291-32F2
- Email: GiriloyoArtCenter@gmail.com
- Dsn. Giriloyo - Ds. Wukirsari 02/20 -Kec. Imogiri - Kab. Bantul Yogyakarta
pengrajin Batik Tulis Giriloyo |
Daerah Giriloyo merupakan daerah yang
keramat bagi sebagian warga Yogyakarta. Pasalnya, daerah ini merupakan areal
makam para raja-raja Mataram, Keraton Yogyakarta, serta makam para seniman
agung.
Dari Yogyakarta, daerah ini terletak
sekitar 20 kilometer (km) ke arah selatan. Imogiri, terutama wilayah Giriloyo
merupakan sentra kerajinan batik tulis yang umurnya sudah cukup tua.
Daerah Giriloyo berjarak sekitar 1-2
kilometer dari areal makam raja. Untuk mencapainya, dari makam raja ambil jalan
ke arah kiri melewati makam seniman.. Daerahnya berbukit-bukit dengan jalan
sempit serta turunan dan tanjakan yang tajam. Di kiri kanan jalan banyak hutan
dan jalanan aspal sudah lumayan mulus. Jika pengunjung datang memakai mobil
memang agak susah masuk sampai Kampung Batik Giriloyo Bantul Yogyakarta
Sentra Paguyuban Pengrajin Batik Tulis Giriloyo Yogyakarta masuk ke dalam wilayah Desa
Wukirsari, Kecamatan Imogiri. Desa ini terdiri atas 16 dusun, 95 rukun tetangga
dan 5.600 kepala keluarga atau sekitar 16.000 jiwa. Dari 16 dusun yang ada,
hanya enam dusun yang sentra batiknya hidup. Antara lain, Dusun Cengkehan,
Giriloyo, Karangkulon, Kedung Buweng, serta Nogosari I dan Nogosari II. Dari
enam dusun tersebut, Dusun Cengkehan, Giriloyo dan Karangkulon paling banyak
jumlah pembatiknya.
komunitas paguyuban batik Tulis Giriloyo |
Ketiga dusun ini adalah eks kelurahan
Giriloyo. Sehingga hasil batiknya pun dinamakan batik giriloyo. Batik giriloyo
terkenal sebagai batikan tangan motif keraton yang halus, dengan ciri khas
warna soga (cokelat).
Sejarah batik giriloyo
Menurut sejarah, sentra ini sudah berdiri
sejak jaman pemerintahan Sultan Agung dari kerajaan Mataram, atau sekitar tahun
1654.
Pada tahun tersebut, Sultan Agung
memerintahkan daerah perbukitan Imogiri menjadi areal makam para raja.
Sehingga, para abdi dalem kraton pun harus ada yang menjaga daerah tersebut.
Selain menjaga makam, para abdi dalem tersebut juga membatik untuk keperluan
kraton.
Sampai saat ini, generasi penerus para abdi
dalem kraton ini terus membatik untuk melestarikan budaya. Dulu, mereka
memasarkan hasil batikannya ke Keraton Yogyakarta dalam bentuk hasil batikan
mentah yang belum diberi warna.
Namun uniknya, kebanyakan pembatik adalah
para wanita. Tak heran, sebagian besar para perempuan di daerah Giriloyo
mempunyai pekerjaan sampingan membatik, selain bekerja di ladang atau mengurus
rumah tangga.
Sementara para suami mereka, selain
mempunyai pekerjaan lain, juga menjadi pemasar hasil batikan istri mereka.
Bahkan beberapa diantaranya mendirikan sanggar khusus untuk menjual batik
tulisnya. "Saat ini, jumlah pembatik di Giriloyo sekitar 1.200 orang.
Hampir semuanya wanita,"kata pengelola Paguyuban Batik
Giriloyo.
Potensi Kampung Batik Giriloyo mulai Menggeliat Pasca-Gempa Bantul
Sentra batik Giriloyo di Kecamatan Imogiri,
Bantul, mulai bangkit tahun 2004. Sayang, tahun 2006, sentra ini hancur akibat
gempa. Setahun setelah gempa, perajin batik di wilayah ini mencoba bangkit
kembali. Mereka menandai kebangkitan batik giriloyo dengan membuat selendang
sepanjang 1.200 meter.
Sampai tahun 2004, para perajin batik di
Giriloyo masih menyetorkan kain batik mentahan ke Yogyakarta. Pasalnya, belum
ada perajin yang bisa mewarnai batiknya sendiri.
Karena itu, harga jual batik mentahan
sangat kecil. Para perajin ini pun kerap kena tipu juragan batik di Yogyakarta.
"Sering lakunya banyak tapi dibayar sedikit," kata Nur Ahmadi,
pemilik showroom batik tulis Sekar Arum di Giriloyo.
Geram dengan perlakuan tersebut, para
pemuda di wilayah Giriloyo pun bangkit. "Kami memutuskan untuk
mandiri," kata Agus Tafip, salah satu pengelola Paguyuban Batik Tulis
Giriloyo.
Dipelopori Agus Tafip dan rekan-rekannya,
pada 2004 para pemuda Giriloyo pun mempelajari pewarnaan batik di bawah
bimbingan Balai Besar Kerajinan dan Batik di Yogyakarta dan beberapa lembaga
swadaya masyarakat (LSM) yang peduli kelestarian batik. Setahun kemudian, sudah
ada dua kelompok perajin batik di seputar Kelurahan Giriloyo yang mandiri.
Sayang, tahun 2006 gempa besar
menghancurkan wilayah ini. Tiap perajin merugi sampai puluhan juta rupiah
akibat rumah ambruk dan hilangnya peralatan batik.
Beruntung, para perajin mendapat bantuan
kain dan peralatan dari Pemerintah Daerah bantul dan beberapa LSM. Mereka bisa
melanjutkan membatik walau aktivitas ini terpaksa berlangsung di emperan rumah
mereka.
Setahun kemudian, tepatnya 27 Mei 2007,
para perajin batik di Giriloyo resmi menandai kebangkitan kembali sentra batik
tulis Giriloyo. Mereka bahu membahu memproduksi selendang batik sepanjang 1.200
meter dengan lebar 30 centimeter (cm). "Acara ini masuk ke Museum Rekor
Indonesia atau MURI," tutur Nur Ahmadi, bangga.
Dukungan dari Pemerintah Daerah juga
mengalir dalam bentuk perbaikan sarana transportasi jalan. Aspal pun masuk
wilayah ini sejak tahun 2007-2008. Pada tahun yang sama, LSM membantu
membuatkan Gazebo, sebuah areal mirip lapangan sebagai tempat pameran dan
pelatihan membatik di Giriloyo.
Setelah gempa, jumlah kelompok perajin di
Giriloyo bertambah menjadi lima kelompok. Satu kelompok terdiri atas 30-50
perajin.
Praktis, di tahun 2007-2008, perajin batik
Giriloyo memusatkan usahanya pada pewarnaan semata. Mereka belum fokus pada
pemasaran produk. Baru tahun 2009, ketika batik diakui UNESCO sebagai warisan
budaya dunia, perajin batik di Giriloyo mulai menggiatkan pemasarannya.
Daerah Giriloyo pun jadi daerah tempat wisata belajar membatik andalan Bantul. Maklum, "Saat ini jumlah kelompok perajin di eks-kelurahan
Giriloyo sudah menjadi 12 kelompok," ujar Agus Tafip.
Agus dan istrinya mengelola kelompok
beranggotakan sekitar 100 perajin. Setiap anggota kelompok ini bisa memproduksi
tiga lembar batik dalam sebulan.
Adapun Nur Ahmadi bergabung dengan Kelompok
Sekar Arum yang memiliki 36 perajin sebagai anggota. Dalam sebulan Kelompok
Sekar Arum Nur Ahmadi mampu memproduksi sekitar 120 lembar kain batik.
Harga batik di Giriloyo bervariasi,
tergantung kerumitan motifnya. Yakni, mulai Rp 150.000 sampai jutaan rupiah per
lembar.
***
Menggaet Agen Travel agar Promosi Meluas
Sebagai desa wisata batik di Yogyakarta, sentra batik Giriloyo
mengandalkan pemasaran produknya dari para wisatawan yang datang ke daerah ini.
Mereka menggandeng para agen travel wisata yang mempunyai paket wisata ke makam
raja di Imogiri agar mampir ke Giriloyo. Musim liburan pun jadi masa panen para
perajin batik di Giriloyo.
Ketika kerajinan batik mulai diakui dunia,
sentra kerajinan batik di berbagai daerah di Indonesia pun turut menuai berkah.
Tak terkecuali para perajin di sentra batik tulis Giriloyo, di Kecamatan Imogiri,
Bantul.
Di daerah yang terletak sekitar 1 kilometer
dari makam para raja keraton Jawa ini, kini hampir setiap hari kedatangan
rombongan tamu dari berbagai daerah, juga dari beberapa negara.
Hal ini tak lepas dari usaha para perajin
batik di Giriloyo melobi para agen travel wisata. "Kami melakukan sebar
brosur ke para agen. Sekali kunjungan harganya Rp 50.000 per orang," kata
Nur Ahmadi, salah satu anggota kelompok batik Sekar Arum.
Selain belajar proses pembuatan batik di
gazebo, para turis diajak berkeliling desa untuk berbelanja produk batik tulis
khas Giriloyo. Jumlah wisatawan ini akan membeludak saat liburan tiba. "Di
saat itu, kami panen," tutur Nur.
Harga jual batik tulis di sentra ini
bergantung pada rumit tidaknya motif batik. Seperti yang kita tahu, batik
Giriloyo terkenal dengan ribuan motif batik klasik ala keraton. Dari ribuan
motif tersebut, hanya sekitar 400 motif yang sering dipakai.
Beberapa yang terkenal di antaranya motif
sidomukti, sidoasih, wahyu tumurun, truntung, pringgodani, keong renteng, dan
sebagainya. "Kami sedang mencari motif unggulan sebagai ikon batik
Giriloyo, seperti motif mega mendung di Cirebon," kata Nur.
Untuk motif klasik ini, harga jualnya mulai
dari Rp 300.000 sampai jutaan rupiah per lembar kain. Sementara, untuk motif
minimalis, atau bentuk minimalis dari motif klasik, harga jualnya mulai Rp
150.000 per lembar kain. "Dari harga tersebut, para perajin bisa untung
antara Rp 50.000-Rp 100.000 per lembar kain," imbuh Agus Tafip, pemilik
sanggar Agus Batik. Sementara, showroom yang menjualkan produk tersebut
kecipratan untung 5% dari harga jual.
Berkah lain dari pengakuan dunia atas batik
adalah meningkatnya omzet showroom-showroom di Giriloyo. Ambil contoh, showroom
Sekar Arum. Omzet gerai ini naik dari sekitar Rp 10 juta menjadi Rp 15 juta
sebulan. Belum lagi jika datang pesanan dari luar daerah. "Kemarin ada
pesanan dari Jakarta senilai Rp 12 juta," tutur Nur.
Hal senada juga diungkapkan Sudarto,
pemilik sanggar Sri Kuncoro. Penjualan batik di sanggar ini juga naik dari Rp
10 juta menjadi Rp 15 juta sebulan.
Pesanan batik ke sanggar Sudarto juga
meningkat pesat. Misal, pesanan dari Bali, yang kemudian dijual ke Jepang.
Sekali dua bulan, pembeli dari Bali memesan 50 lembar kain. Belum pesanan dari
Jakarta dan Surabaya yang jika ditotal berjumlah sekitar 25 lembar kain per
bulan.
Walaupun secara nasional batik Giriloyo
sudah menancapkan eksistensinya, pemasaran ke luar negeri masih terkendala.
"Kami baru mengandalkan website SentraBatikTulisYogyakarta.Com , serta promosi
penggunaan pewarna alam," ujar nya.
Sementara, Sudarto sendiri mengaku takut
dengan meluasnya penggunaan tekstil bermotif batik ataupun batik cap.
"Bagi yang tidak tahu proses membatik seperti apa, batik tulis bakal
dianggap terlalu mahal," keluhnya
Sentra Paguyuban Pengrajin Batik Tulis Giriloyo Yogyakarta
Sentra Paguyuban Pengrajin Batik Tulis Giriloyo Yogyakarta